Wednesday, September 24, 2014

Sejenak Berpetualang ke Abad 19 di Dickens Festijn

Seluruh foto dalam artikel ini diambil oleh Syarif Riadi

Menghirup atmosfer abad 19 di era milenium saat ini tentu mempunyai sensasi tersendiri. Berjalan di antara deretan gedung-gedung tua, dengan dikelilingi bangsawan Inggris masa lalu yang bertopi bundar dan bergaun panjang, seakan membuat kita berada dalam dalam film-film barat tempo dulu. Sensasi itulah yang dinikmati oleh para pengunjung Dickens Festijn, Festival kostum yang membuat ratusan karakter dalam novel Charles Dickens menjelma menjadi nyata.

Chaarles Dickens
Charles Dickens adalah novelis asal Inggris yang ternama di masa pemerintahan Ratu Victoria. Pria kelahiran Portsmouth pada tahun 1812 ini dikenal melalui novel-novelnya yang masih digemari hingga hari ini. Karirnya berawal dari seorang wartawan media “The Mirror of Parliament”. Pada tahun 1837 novel pertamanya “The Pickwick Papers” diterbitkan, dan mulai terkenal dengan munculnya tokoh Sam Waller dalam novel tersebut. Saat itu Dickens memakai nama pena “Boz”.

Kisah-kisah di dalam novel Dickens kebanyakan bercerita tentang anak-anak yang berusaha menghadapi kesulitan hidup di masa kecilnya. Alur ceritanya kadang-kadang menegangkan bahkan menakutkan.



Cerita dalam bukunya tersebut banyak terinspirasi dari pengalaman hidup Dickens yang tidak mudah di waktu ia kecil. Ayahnya sempat masuk penjara akibat tidak mampu membayar utang, sehingga Dickens yang berusia 12 tahun terpaksa meninggalkan sekolah dan bekerja sebagai buruh. Tiga tahun setelah itu Dickens dapat kembali bersekolah. Namun, pengalaman pahit tersebut tidak dapat terlupakan, dan tercurahkan ke dalam dua karyanya yang terkenal, yaitu David Copperfield, dan Great Expectations. Mr. Micawber, dalam novel David Copperfield adalah tokoh yang terinspirasi dari kisah ayahnya sendiri. Film yang berjudul David Copperfield merupakan hasil karyanya yang sudah difilmkan. Karya-karyanya yang lain adalah Oliver Twist, A Christmas Carol, Nicholas Nickleby, dan A Tale of Two Cities.


Dickens Festijn

Warga dan para pemilik toko di Kota Deventer sejak tahun 1990 berinisiatif memulai tradisi festival yang dinamai Dickens Festijn ini. Mereka mengenakan kostum yang menggambarkan tokoh-tokoh dalam Novel Charles Dickens. Kurang lebih 950 orang terlibat mengenakan kostum tersebut. Mereka berkumpul dan melakukan atraksi-atraksi menarik di daerah kota tua Deventer yang terletak di bagian timur tengah Belanda.  Acara ini tentunya juga didukung oleh pemerintah daerah Deventer, Propinsi Overijssel, beserta sponsor-sponsor lainnya.

Deventer adalah kota tua yang membentang di pinggiran sungai Ijssel. Kota ini termasuk salah satu dari kota tertua di Belanda. Anda dapat menemukan monumen hampir di setiap sudutnya. Rumah-rumah tertua, taman tertua, dan perpustakaan sains yang tertua di Belanda, merupakan kekayaan tak ternilai kota ini. Beberapa bangunan yang popular di kota Deventer antara lain gedung balai kota, Gereja Lubuinus, komplek rumah tua Noordenbergkwartier, Museum Sejarah, dan Toys & Tin Museum.

Tidak heran jika tempat  ini sangat cocok menjadi latar festival Dickens. Bangunan di kawasan Bergkwartier adalah rumah-rumah berumur ratusan tahun yang masih terpelihara. Jalanan yang berlapis paving block abu-abu itu  dengan mudah disulap menjadi sebuah kota di Inggris, pada zaman Ratu Victoria. Pohon-pohon cemara yang tinggi, lampu hias mungil berwarna-warni, dan alunan lagu paduan suara memberi sentuhan kehangatan pada musim dingin yang beku.

Jika Anda adalah penggemar Novel-novel Dickens, di festival ini Anda akan bertemu dengan Scrooge, Oliver Twist, Mr. Pickwick, Christmas carolers, anak-anak yatim piatu, pemabuk, pegawai kantoran, si miskin dan para bangsawan. Mereka semua datang dari masa lalu dan berjalan hilir mudik di sekitar Anda. Aroma English Punch, puffed potatoes dan buah berangan panggang membuat pengunjung semakin hanyut dalam kisah-kisah Dickens, seakan meninggalkan kota Deventer dan terbang menuju Inggris.


Kalaupun tidak terlalu mengenal Dickens bahkan mungkin baru mendengar untuk pertamakalinya, Anda tetap dapat menikmati sensasi berada di tengah ratusan orang-orang berkostum Inggris zaman dulu. Para wanita mengenakan gaun panjang yang mengembang, dan para prianya mengenakan tuksedo lengkap dengan topi tinggi ala pemain sulap. Ada yang berjalan kaki, mengendarai sepeda beroda satu, ada pula yang naik kereta kuda. Mereka dengan senang hati bersedia berfoto dengan Anda. Tidak ketinggalan, lokomotif kereta api batu bara serta mobil-mobil antik juga ikut meramaikan festival ini.


Di festival ini Anda dapat menyaksikan beberapa wanita yang sedang menggunakan mesin cuci zaman dulu yang diputar dengan tangan. Baju-baju bergantungan di tali jemuran yang terbentang di pinggir jalan. Para pengemis jalanan duduk terpekur menunggu uluran tangan sang dermawan. Para pencopet gadungan siap beraksi menunggu bangsawan yang lengah. Penyanyi jalanan melantunkan lagu-lagu dengan merdu dari pintu ke pintu. Anak-anak yatim menangis sambil mendorong kereta jenazah ayahnya. Semua aktivitas itu mereka lakukan seharian seakan tidak peduli dengan udara dingin yang membelai wajah mereka.




Setelah lelah menyaksikan atraksi di jalanan, pengunjung dapat mampir bertamu ke rumah-rumah yang telah berubah menjadi cafe-cafe kecil. Anda dapat beristirahat sejenak, menghangatkan diri  sambil menikmati minuman dan makanan kecil khas Inggris. Alternatif lain, Anda juga dapat membeli erwtensoep, sup kacang polong khas Belanda, dengan ditemani coklat hangat. Para pramusaji café-café tersebut juga tidak ketinggalan ikut mengenakan kostum bertema Dickens. Pengunjung juga dapat membeli kue jahe dengan bungkus yang bertema Charles Dickens. Kue ini bisa dibawa pulang sebagai buah tangan untuk keluarga tercinta.


Dickens Festijn biasanya diadakan di pekan ke-3 bulan Desember sebelum perayaan natal. Waktu ini sangat sesuai dengan latar novel yang berjudul A Christmas Carol. Tapi, pada tahun 2013 ini Dickens Festijn diadakan pada tanggal 14 dan 15 Desember mengingat tanggal 21 dan 22 terlalu dekat dengan perayaan natal, sehingga kepadatan kota Deventer akan semakin bertambah.  Festival dimulai sejak pukul 11.00 pagi hingga pukul 17.00 petang. Pada tahun 2013 pengunjung Dickens Festijn relatif berkurang jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, hanya sekitar 140 ribu orang.

Setiap tahunnya kurang lebih 150 ribu orang pengunjung tumpah ruah memenuhi pusat kota Deventer untuk menyaksikan festival ini. Umumnya mereka datang dari Belanda dan Jerman. Para pengunjung rela berdingin-dingin berdiri dalam antrean selama 1,5 jam untuk menunggu giliran masuk. Jumlah pengunjung yang diperbolehkan masuk dalam waktu yang bersamaan dibatasi. Hal ini bertujuan agar area festival tidak terlalu penuh sesak, sehingga pengunjung masih bisa menikmati suasana festival dan berpetualang ke abad 19. Beberapa orang penduduk berkostum unik itu berlalu lalang di dekat jalur antrean. Mereka menjadi hiburan bagi para pengunjung yang masih menunggu giliran masuk.


Pintu masuk ke area festival terletak di Walstraat. Dua orang berkostum tentara kerajaan Inggris menjaga pintu masuk dengan tombak berada di tangan. Seluruh pengunjung mengantre dengan sabar menunggu gilirannya dipersilakan masuk oleh  sang prajurit berbaju merah tersebut. Antrean terpanjang biasanya terjadi sekitar pukul 11.00-13.00. Masuk ke area festival ini tidak dipungut biaya. Bayarannya cukuplah dengan kesabaran menunggu giliran masuk dan mengantre dengan tertib.


 Pameran dan Pasar
Pada tahun 2012 dalam rangka memperingati 200 tahun Dickens, digelar pameran “Dickens in Miniature”. Pameran ini diadakan di Bergkerk tidak jauh dari area festival. Beragam karakter dan adegan di dalam novel Dickens divisualisasikan dalam bentuk miniatur semacam rumah boneka. Pameran ini diikuti oleh peserta dari dalam maupun luar Belanda.

Selain dickens Festival, pada waktu yang bersamaan di Kota Deventer juga terdapat pasar natal. Kurang lebih 200 stan memenuhi alun-alun kota. Berbagai macam barang dijual disana. Mulai dari makanan hingga pernak-pernik lucu. Di sekitar Gereja St. Maria juga diadakan pasar barang antik dan Flea Market (pasar barang bekas). Di pasar tersebut pengunjung dapat membeli piring-piring, dan pajangan keramik antik produk Inggris, Jerman, dan Belanda dengan harga sangat miring. Selain itu juga ada yang menjual gelas-gelas kristal Bohemia dengan harga terjangkau. Jika beruntung Anda dapat membeli mainan dari berbagai dekade, pakaian, buku, dan pajangan berkualitas tinggi di flea market dengan harga sangat murah. Kadang kala ada beberapa dari barang tersebut yang masih berlabel sebagai pertanda belum pernah dipakai oleh pemilik sebelumnya.

Tips Berkunjung ke Dickens Festijn
Mendatangi Dickens Festijn berarti Anda harus siap-siap bertahan melawan dingin selama beberapa jam. Pakaian yang hangat akan membuat petualangan Anda menjadi nyaman. Topi, syal, dan sarung tangan jangan sampai ketinggalan. Tidak ada salahnya jika membawa minuman hangat dan makanan kecil untuk menemani Anda selama berada di jalur antrean. Jika tak ingin  menunggu terlalu lama, sebaiknya Anda sudah berada di lokasi sejak jam 9 pagi, 2 jam sebelum festival dimulai.


Tempat festival dapat dicapai dengan mobil melalui jalur A1 dari Amsterdam. Jika menggunakan kereta api dari bandara Schiphol, membutuhkan waktu sekitar 1,5 jam. Harga tiket kereta api sekali jalan, adalah  18 euro (skitar Rp. 270 ribu). Area festival (Bergkwartier) terletak di sebelah selatan stasiun dan dapat ditempuh dengan berjalan kaki.

Tuesday, September 23, 2014

PULAU-PULAU DI LAGUNA VENEZIA

Burano
Siapa yang tak kenal Venezia, salah satu kota paling cantik dan romantis di Italia bahkan di seluruh dunia. Kota yang terkenal dengan kanal, gondola dan jembatannya ini tak pernah sepi dikunjungi oleh wisatawan dari berbagai penjuru dunia.

Jika ingin menjauh dari keramaian serta melihat sejarah dan budaya masyarakat Venezia lebih dekat, Anda bisa mengunjungi pulau-pulau kecil yang berada di laguna Venezia. Burano, Murano, dan Torcello adalah tiga pulau yang terletak di utara Venezia yang banyak menarik perhatian para wisatawan. Pulau-pulau tersebut selain menawarkan pemandangan yang indah, juga warisan budaya tradisional yang masih lestari. Ketiga pulau ini dapat dikunjungi dengan kapal ferry atau kapal wisata dengan waktu perjalanan hanya sekitar 45 menit darinVenezia.

Warna Warni Burano


Pulau ini dikenal dengan rumah-rumah nelayannya yang dipoles dengan beragam warna yang cerah. Menurut legenda, para petani mewarnai rumahnya dengan warna cerah agar mereka dapat melihat rumahnya dari kejauhan ketika sedang melaut.

Umumnya rumah-rumah di Burano berbentuk kotak, saling menyambung, dan terdiri dari dua atau tiga lantai. Lantai dasar biasanya digunakan untuk dapur, kamar mandi, dan ruang makan. Sedangkan kamar terletak di lantai atas. Rumah berwarna warni ini tampak begitu indah berjajar di sepanjang kanal yang dihiasi oleh perahu para nelayan tradisional. Bunga-bunga dan hamparan jemuran pakaian di depan rumah menambah hidup suasana.


Burano juga terkenal dengan kerajinan sulam rendanya yang cantik dan halus (marletto). Keterampilan ini telah ditekuni para wanita di Burano sejak ratusan tahun yang lalu. Setiap orang menguasai dan hanya menggunakan satu teknik renda saja. Satu produk sulam renda yang bagus bisa diselesaikan dalam waktu dua hingga tiga bulan. Tidak heran jiga harganya relatif mahal. Sebagai contoh, sebuah taplak meja makan besar, dengan sulaman sangat sederhana biasanya dijual dengan harga 60 euro (sekitar Rp. 900 ribu). Kerajinan sulam renda ini merupakan salah satu penunjang perekonomian masyarakat di pulau Burano.


Pulau Burano juga punya museum renda (Museo del Marletto). Di tempat ini diperagakan sejarah kerajinan marletto, perkembangannya, dan hasil-hasil karya terbaiknya. Pengunjung juga dapat menyaksikan para wanita asik merenda sambil bercerita dan bersenda gurau.

Pulau Burano mempunyai satu menara miring. Menara ini adalah bagian dari gereja San Martino yang terletak di Piazza Baldassare Galuppi. Menara miring ini didirikan pada abad ke-18. Di tempat ini juga disimpan lukisan-lukisan karya Gian Battista Tiepolo.

Toko Marletti dengan Latar Belakang Menara Miring


Gelas Cantik Murano


Pulau Murano terletak 1,5 km di arah utara Venezia. Pulau ini terdiri dari 7 pulau kecil yang dihubungkan oleh jembatan-jembatan. Murano terkenal dengan seni kerajinan dari kaca atau gelas. Kualitas kerajinan gelas Murano sudah diakui oleh dunia iternasional. Produknya antara lain lampu, pajangan, dan perhiasan. Karena buatan tangan dan kualitasnya yang bagus, harga gelas Murano pun sungguh mahal. Satu lampu hias saja bisa mencapai 100.000 euro.

Pada tahun 1291 seluruh seniman pembuat gelas di Venezia, diperintahkan untuk pindah ke pulau Murano, untuk menghindari resiko kebakaran. Pada saat itu kebanyakan bangunan di Venezia terbuat dari kayu. Para maestro terus mengembangkan teknik pembuatan gelas yang mereka miliki, mulai dari gelas kristal, gelas berwarna warni, hingga gelas berhias emas.

Jika Anda berkunjung ke Murano, beberapa perusahaan gelas mengadakan pertunjukan seni pembuatan gelas oleh sang maestro. Pertunjukan ini dimulai dari pemanasan bahan gelas, peniupan, memberi bentuk dan warna, hingga menghasilkan sebuah karya yang indah. Para seniman tersebut membuatnya dengan piawai dan cekatan. Sebuah bola kaca dalam waktu sekejap bisa berubah menjadi patung kuda yang indah. Sungguh menakjubkan.

Jika Anda ingin membeli produk gelas Murano ini, tempat yang terbaik adalah di galeri perusahaan gelas yang ada di Murano. Dengan begitu kita bisa yakin akan keasliannya dan juga dilengkapi dengan sertifikat. Saat ini, di Venezia banyak sekali dijual barang tiruan gelas Murano dengan harga yang jauh lebih murah.

Di Pulau Murano terdapat Museum Gelas Murano (Museo del Vetro) yang terletak di Fondamenta Marco Giustiniani.. Museum bergaya gothic ini menceritakan tentang sejarah seni pembuatan gelas dan juga menyimpan koleksi vas, cawan, patung, karya para maestro ternama seperti Lorenzo Santi dan Giovanni Fuga.

Torcello Saksi Sejarah Venezia


Torcello adalah pusat peradaban di laguna Venezia sekitar 1500 tahun yang lalu. Pada awalnya pulau ini dijadikan tempat perlindungan dari serangan Bangsa Barbar. Seiring berjalannya waktu masyarakat di pulau ini terus berkembang hingga populasinya mencapai 20.000 orang. Serangan malaria membuat warga di Pulau Torcello tidak dapat bertahan dan pindah ke Murano, Burano atau Venezia.

Saat ini Torcello menjadi pulau yang hijau, sunyi, dan penuh misteri. Hanya sekitar 20 orang warga yang masih berdomisili di sana. Pulau ini menjadi kawasan cagar alam yang hanya boleh dilintasi dengan berjalan kaki. Bangunan dan penginapan di pulau ini masih tampak seperti dulu.

Berjalan menyusuri kanal kecil yang bersih dan tenang, ditemani oleh kicauan burung, memberikan suasana yang menenangkan. Tak banyak orang yang tampak berlalu lalang. Sebuah jemmbatan putih melengkung tanpa pengaman di kedua sisinya, membentang anggun di atas kanal. Jembatan yang dibangun pada abad ke-15 ini dikenal dengan nama “Jembatan Setan”. Asal usul nama tersebut masih belum jelas hingga saat ini.


Peninggalan kejayaan Pulau Torcello yang masih dapat dilihat sampai sekarang adalah Katedral Basilica Santa Maria Assunta. Katedral ini didirikan pada tahun 639. Di dalamnya terdapat mosaik Bizantium, yang terkenal adalah Last Judgement. Di sebelah katedral berdiri gereja Santa Fosca yang dibangun pada abad ke -11. Di seberang Katedral terdapat museum kecil yang menyimpan artefak-artefak zaman medieval yang ditemukan di Pulau Torcello.