Wednesday, October 1, 2014

Perjalanan Unik di Istanbul

Blue Mosque Selepas Shubuh
Sekitar dua tahun yang lalu, kami berkunjung ke Turki. Alhamdulillah pas dapat tiket pesawat Pegasus murah dari Schiphol ke Istanbul. Perjalanan ke Turki ini banyak cerita lucunya dan penuh dengan kejutan.

Tanpa diduga beberapa minggu sebelum keberangkatan, ternyata suami saya dapat tugas untuk menghadiri conference di Lisbon Portugal, tepat beberapa hari sebelum jadwal ke Turki. Karena penasaran dengan Kota Lisbon, akhirnya kami berangkat ke Lisbon bertiga (Suami, saya, dan Nabiel 1,5 tahun). Kami tinggal di Lisbon selama lima hari dan kembali ke Belanda tepat sehari sebelum tanggal keberangkatan ke Istanbul. Karena rumah kami jauh dari bandara, maka kami memutuskan untuk tidak pulang dulu ke Groningen, tapi menginap di rumah teman di Utrecht.

Kekacauan pun dimulai. Tanpa disangka, ketika turun dari pesawat TAP dari Lisbon, ternyata stroller Nabiel tidak ditemukan. Setelah ditanyakan ke petugas, ternyata pihak TAP lupa memasukkan Stroller tersebut ke pesawat, alias masih tertinggal di Lisbon. Walau pun sudah mengurus surat kehilangan, tapi kami tetap masih kebingungan. Jalan-jalan dengan balita tanpa stroller itu, benar-benar melelahkan. Kami juga sudah tidak ada kesempatan lagi untuk membeli stroller baru, karena toko-toko di Belanda malam itu sudah tutup. Akhirnya kami pasrah, berangkat ke Istanbul hanya dengan bermodal gendongan.

Kami mendarat di bandara Sabiha Gokcen yang berada di Istanbul bagian Asia,  maklumlah peswat yang kami gunakan termasuk kategori low cost. Bandara ini terletak sekitar 30 km dari area Sultan Ahmed, tempat hotel kami berada. Untuk yang belaum tau, Kota Istanbul itu terbelah dua, bagian daratan Asia dan Bagian Eropa, yang dihubungkan oleh sebuah jembatan panjang.

Perjuangan Menuju Hotel

Pada saat booking apartemen, pihak hotel menawarkan jasa penjemputan ke bandara, dengan biaya 25 eur per orang. Dengan alasan kepraktisan, kami menerima tawaran tersebut. Namun, setelah hampir satu jam kami menunggu, jemputan tak kunjung datang. Lalu kami menelepon pihak hotel dan menanyakan perihal tersebut. Ternyata katanya pihak hotel sudah mengirimkan jasa penjemputan ke bandara Kemal Attaturk, bukan ke Sabiha Cokcen. Salah alamat! Akhirnya kami disuruh naik shuttle sendiri dari bandara menuju hotel, padahal waktu itu sudah jam 9 malam, dan kami pun belum makan malam. Kenapa tidak makan di bandara? Alasannya sederhana : mahal ! hehe..

Shuttle bus ini menjanjikan untuk mengantar kami hingga ke alamat. Ketika kami menyebutkan nama hotelnya (Antik Hotel), sang pengemudi langsung paham dan mengatakan tau letak hotel kami. Setelah menempuh perjalanan hampir satu jam, kami diturunkan di depan sebuah hotel. Saat awal memasuki hotel tersebut, kami agak heran, karena nama yang tertulis di sana adalah ANTIQUE HOTEL bukan ANTIK HOTEL. Dan penampakannya pun hotel ini terlalu mewah untuk rate harga yang kami bayar. Lalu kami masuk untuk check in, dan ternyata benar, tidak ada daftar nama kami di hotel tersebut. Pihak ANTIQUE HOTEL ini membantu kami untuk menelepon ke ANTIK HOTEL menanyakan alamatnya, dan memesankan taksi untuk kami menuju ke sana. Fyuuh ternyata perjalanan belum berakhir, padahal sudah jam 10 malam. Alhamdulillah Nabiel tidak rewel meskipun kelelahan.

Kami diturunkan di depan ANTIK HOTEL, setelah membayar 10 euro. Kedatangan kami disambut begitu hangat oleh sang pemilik hotel. Hotel ini adalah hotel kecil yang pemiliknya langsung menjadi resepsionis pada malam itu. Hangat dan ramahnya sambutan pemilik hotel membuat kami urung untuk mengomel atas kejadian malam itu. Ternyata masih ada satu kejutan lagi. Apartemen yang kami pesan tidak berada di ANTIK HOTEL tempat kami diturunkan, tapi sekitar 300m dari sana. Kami diajak ke sebuah rumah kecil yang terletak di lantai 2. Tentu saja ini benar-benar di luar dugaan kami, karena sama sekali lebih mirip rumah warga dibandingkan dengan apartemen. Memang pada saat booking, gambar yang ditampilkan di website hotel ini adalah gambar hotel, bukan gambar apartemen. Tapi karena ada opsi apartemen dengan harga yang relatif murah, kami lebih memilih apartemen.

Ketika memasuki rumah tersebut, tampaknya sudah lama tidak di huni. Lantainya berdebu tebal. Tabung gas kompornya kosong, dan kulkasnya pun tidak dingin. Yang lebih anehnya lagi, lantainya miring, kasurnya dua single bed yang dijadikan satu, tapi tidak sama tinggi hihihi. Akhirnya karena sudah kelelahan kami hanya bisa tertawa miris dan tidak berniat untuk complain sama sekali. Lebih baik menikmati keunikan perjalanan ini dari pada mengutuki keadaan. Kegiatan yang pertama kali dilakukan setelah meletakkan barang adalah mengepel lantai. Seru bukan..hehehe..

Kota Tua Sultan Ahmed

Setelah beristirahat semalaman, pagi harinya energi kami sudah terisi kembali. Bahkan suami juga menyempatkan diri untuk sholat subuh di Blue Mosque. Setalah sarapan dan menyiapkan bekal untuk makan siang (lagi-lagi demi penghematan hehe), kami mulai berjalan menyusuri jalan-jalan kecil di area Sultan Ahmed. Area kota tua ini relatif kecil sehingga dapat dikelilingi dengan berjalan kaki. Di sepanjang jalan banyak pedagang karpet yang menawarkan barang dagangannya. Persis seperti para pedagang di pasar-pasar di Indonesia. Kalau ingin berbelanja pun, kita harus pandai-pandai menawar jika tidak ingin tertipu membayar dengan harga tinggi.
 
Pedagang Makanan di Lorong Pasar
Tujuan pertama kami adalah Topkapi Palace, Istana dan museum yang di dalamnya tersimpan pedang Rasulullah SAW. Pada saat kami sampai di sana, antrian sudah mengular sekitar 100m di depan loket penjualan tiket masuk. Kami mengantri dengan sabar, sambil sibuk menolak tawaran para calo yang menjual tiket masuk tanpa antri dengan harga yang lebih mahal. Harga tiket normal saja sekitar 12 TL per orang, bisa dibayangkan berapa harga tiket via calo??
 
Gerbang Topkapi Palace
Mengantri adalah pekerjaan yang paling tidak menyenangkan bagi balita. Nabiel pun mulai rewel. Kami yang letih karena harus menggendong selama perjalanan dari pagi pun menjadi kurang kesabaran menghadapi kerewelannya. Ketika akhirnya kami bisa masuk ke dalam Topkapi, kami sudah benar-benar lelah. Baru saja masuk, bukannya mengeksplore komplek istana tersebut, tapi malah mencari tempat duduk untuk beristirahat, dan lapangan luas untuk tempat Nabiel berlari-lari bebas. Setelah melihat-lihat dengan kilat isi komplek museum tersebut, dan tidak semua tempat sempat kami lihat karena terburu waktu, akhirnya kami pun keluar dari Topkapi Palace.

Tujuan selanjutnya adalah Blue Mosque. Kami datang bertepatan dengan waktu sholat zhuhur. Mesjid dengan lima menara ini, berdiri dengan megahnya di seberang Topkapi Palace. Pengunjungnya ramai, apalagi di waktu sholat. Langit-langitnya yang tinggi tampak begitu indah dihiasi oleh ukiran dan lampu hias yang menguntai anggun. Mesjid adalah tempat melepas lelah lahir dan batin. Saat sedang beristirahat, datang beberapa pemuda dan pemudi Turki yang tampak gemas pada Nabiel. Sampai-samapai mereka minta difoto bersama Nabiel.
 
Suasana di Dalam Blue Mosque
Setelah makan siang di sebuah warung kebab, kami melanjutkan perjalanan menuju Cistern. Setelah berputar-putar dan bertanya pada orang-orang akhirnya kami menemukan pintu masuknya yang lebih mirip seperti kantor kecil. Tidak heran, karena Cisterne ini adalah tempat penampungan air zaman romawi yang letaknya di bawah tanah. Lagi-lagi kami harus mengantri membeli tiket masuk ke dalam cistern ini. Suasana di dalamnya dingin, lembab dan remang-remang.
 
Suasana di dalam Cistern
Tepat di sebelah kiri tangga masuk terdapat sebuah studio foto mini yang menawarkan jasa berfoto dengan kostum tradisional Turki. Setelah mengenakan pakaian khas Turki kami pun difoto bagaikan raja, ratu dan pangeran di singgasananya. Setelah di foto, sang fotografer menawarkan kepada kami untuk memilih satu dari puluhan foto yang ingin dicetak. Rupanya mereka mengambil banyak sekali foto kami dengan berbagai pose, ada yang sendiri-sendiri ada juga yang bersama. Harga 1 foto beserta cetakannya adalah 15 TL. Di saat kami sedang kebingungan memilih foto-foto tersebut, mulailah mereka menjalankan rayuannya. Mereka menawarkan untuk memberikan semua file foto tersebut di dalam sebuah CD tanpa cetak foto, dengan harga 50 TL. Terang saja kami tidak mau menerima tawaran tersebut. Setelah tawar menawar akhirnya disepakati harga CD tersebut 25 TL. Belakangan kami baru sadar ternyata kostum yang dipakaikan ke Nabiel adalah kostum anak perempuan, bukan anak laki-laki. Sudahlah membayar mahal ternyata salah kostum pula. Alamak...!!!
 
Foto Kostum Turki
Tujuan selanjutnya adalah Grand Bazar, pasar pusat suvenir dan barang-barang khas Turki. Pasar ini begitu besar dan penuh dengan lorong-lorong. Barang yang dijual pun hampir sama. Jika tidak berhati-hati bisa-bisa kita kebingungan mencari jalan keluar dari pasar ini. Kemampuan tawar menawar sangat dibutuhkan di pasar ini. Saya yang terbiasa berbelanja dengan harga pas, jadi kehilangan semangat belanja di pasar ini, karena takut kemahalan membeli barang. Setelah membeli beberapa suvenir, kami pun meninggalkan Grand bazar.
 
Grand Bazaar
Keesokan paginya, kami kembali berjalan dari hotel menuju ke Hagia Sophia. Sama seperti objek wisata yang lain, meski pun kami sudah berusaha datang pagi hari, ternyata antrian di depan loket penjualan tiket sudah panjang. Tapi, tiba-tiba seorang petugas memanggil kami dan membukakan jalur masuk khusus, katanya karena kami membawa balita, jadi sebaiknya tidak mengantri terlalu lama. Alhamdulillah..
Masuk ke dalam Hagia Sophia, kami pun mulai mengagumi keindahan gedung yang dulunya pernah dijadikan tempat sholat jumat oleh Muhammad Alfatih tersebut. Tulisan Allah dan Muhammad berukuran raksasa tergantung indah di bagian depan ruangan. Sinar matahari masuk melalui kaca-kaca yang menghiasi dinding Hagia Sophia.
 
Hagia Sophia
Selat Bosphorus dan Mesjid Sulaimaniye

Siang harinya kami menuju ke selat Bosphorus dan mengikuti boat tour sekitar 2 jam dengan biaya 20 TL. Selama tour kami menyaksikan keindahan kota Istanbul dari lautan, bangunan-bangunan bersejarah, dan benteng pertahanan. Kami juga singgah di Meiden Tower dan Kanlica sebuah desa yang sangat terkenal dengan yoghurtnya yang lezat. Yoghurt yang disajikan adalah yoghurt tanpa rasa dengan taburan gula halus di atasnya. Hingga saat ini saya belum pernah lagi menemukan yoghurt yang seenak di tempat tersebut.
Pemandangan dari Kapal


Yoghurt Kanlica

Meiden Tower
Usai mengelilingi selat Bosphorus, kami pun mengunjungi Mesjid Sulaimaniye. Mesjid ini dibangun pada tahun 1550 oleh Sultan Sulaiman dari Dinasti Ottoman. Struktur dan desain mesjid ini dibuat sama dengan Hagia Sophia. Dalam perjalanan pulang dari mesjid ini, tiba-tiba Nabiel muntah. Tampaknya dia masuk angin dan kecapean. Akhirnya kami memutuskan untuk pulang dengan taksi.
 
Mesjid Sulaimaniye
Kami sampai di penginapan sudah agak malam. Ternyata sepatu nabiel tertinggal sebelah di Taksi, haduuhh!! Padahal besok paginya sebelum subuh kami sudah harus check out menuju bandara. Suami pun mencoba menuyusuri jalan di sekitar hotel, berharap menemukan toko sepatu anak yang masih buka. Tiba-tiba seorang laki-laki pelayan hotel mendekati, dan menawarkan bantuan. Dia akan mengantar suami dengan mobilnya ke toko sepatu, namun syaratnya mau menggunakan jasa pijat di hotelnya. Tukang pijatnya boleh pilih laki-laki atau perempuan. Terang saja suami saya menolak tawaran mencurigakan tersebut dan langsung kembali ke hotel. Jadilah keesokan harinya Nabiel pulang ke Belanda naik pesawat dan kereta dengan mengenakan sebelah sepatu saja :D Maafkan ummi, Nak..

Banyak pengalaman unik di Istanbul, semoga suatu saat diberi kesempatan untuk kembali ke sana tanpa kerempongan dan kejutan-kejutan unik lagi.. Aamiin..





No comments:

Post a Comment